Study enthusiastic novelty fully. Learn meaning to expose x'self you [at] this Wide [of] world Learn to remind, in fact unlikely you [of] soybean cake all answer. Learn to teach all important Iesson in life, that is humility to enquire.

Monday, July 31, 2006

Deskripsi tentang Proses Urbanisasi di Kota Sorong

Urbanisasi di kota Sorong dapat dideskripsikan menjadi tiga arus besar yaitu : Pertama, urbanisasi yang berasal dari desa- desa / pedalaman sekitar Sorong masih di wilayah Irian dan Papua; Kedua, urbanisasi yang berasal dari desa / pulau- pulau di luar wilayah Irian dan Papua. Dan Ketiga, urbanisasi yang berasal daerah urban juga baik dari kota- kota di wilayah Irian Jaya Barat dan Papua maupun dari kota-kota di luar wilayah Irian – Papua seperti dari Jawa, Maluku, Makasar, Sulawesi Utara, dan lain-lain.
Urbanisasi yang berasal dari desa di sekitar kota Sorong, Irian atau Papua terdiri dari :
1. Daerah pesisir seperti Biak, Serui, Raja Ampat dan beberapa wilayah pesisir kecil lainnya. Sesuai dengan asal dan mata pencaharian mereka , ketika mereka tiba di wilayah Sorong pun tempat yang dipilih sebagai tempat tinggal adalah wilayah tepi pantai di.Distrik Sorong Barat terutama kelurahan Rufei, Klawasi, dan Tanjung Kaswari .
2. Daerah pegunungan seperti Ayamaru, Aifat, Aitinyu, Teminabuan, Ninwata, Fak- fak, Marai dll. Suku- suku pegunungan yang bermata pencaharian sebagai petani dan hasil-hasil hutan inipun mendiami wilayah- wilayah perbukitan yang ada di Kota Sorong mulai dari Bukit Cendrawasih atau Rafidin di distrik Sorong Barat , puncak arfak sampai dengan bukit-bukit kawasan Makbon di wilayah Sorong timur.
Arus Urbanisasi kedua yang berasal dari desa di luar wilayah Irian dan Papua mempunyai pola bermukim yang hampir sama dengan yang pertama. Di wilayah pesisir banyak dihuni oleh pendatang bermata pencaharian utama sebagai nelayan dari daerah Buton, Selayar, Sangir, Bugis , Key, dan lain- lain. Sedangkan di wilayah perbukitan dan tanah pertanian didiami oleh pendatang bermata pencaharian sebagai petani dan hasil-hasil hutan dari Flores, Timor, Tapanuli, Bugis dan transmigran dari Jawa.
Sementara itu, daerah- daerah pemukiman yang strategis di kota Sorong yang merupakan pusat-pusat perdagangan dan pengembangan pemukiman baru lebih banyak dihuni oleh pendatang yang berasal dari daerah urban / kota lain baik dari wilayah papua / irian maupun kota- kota di luar wilayah papua/ irian.
Perbedaan tempat pemukiman terhadap ketiga pola urbanisasi di atas terjadi karena :
Pola urbanisasi yang pertama dan kedua dilatar belakangi menurunnya hasil dan upah dari mata pencaharian yang mereka tekuni ( sector pertanian, hasil hutan , perikanan, dan jasa / buruh ) sehingga menimbulkan kesulitan penghidupan di daerah asal .Motivasi utamanya adalah untuk memperoleh hasil dari mata pencaharian yang mereka kerjakan dapat lebih baik dibanding mereka tetap tinggal di desa asal ( Mengadu nasib ). Motivasi lain ( terutama dari daerah Ayamaru dan sekitarnya ) adalah supaya dapat menyekolah anak kejenjang yang lebih tinggi . Mata pencaharian yang mereka lakukan ketika datang ke kota Sorong pun hampir tidak berbeda jauh dengan mata pencaharian mereka sebelumnya seperti menjadi nelayan, petani, pengolahan hasil- hasil hutan / kayu , sector informal / pedagang kecil dan buruh kasar .
Pola urbanisasi yang ketiga datang ke kota Sorong bukan lagi sebagai spekulan karena lebih mapan dilihat dari mata pencaharian sebelumnya maupun secara ekonomi. Kebanyakan dari mereka adalah pekerja / pegawai negeri sipil di pemerintahan dan BUMN, militer dan polisi, karyawan perusahaan- perusahaan yang membuka usaha / cabang di kota Sorong, serta pedagang- pedagang yang sudah memiliki dan membawa modal untuk dikembangkan di Sorong.

Banyak cerita- cerita seputar bagaimana pendatang- pendatang kalangan birokrat sipil dan militer serta orang- orang kaya lama maupun baru dari Jayapura, Manokwari, Ambon, Makasar, Menado, Jawa; karyawan Pertamina dan kontraktor- kontraktor Pertamina serta pedagang bermodal lainnya dapat menguasai tanah- tanah strategis di kota Sorong.
Fenomena inilah yang mengawali kisah terpinggirnya pemukiman suku- suku Malamoi yang dianggap sebagai pemilik adat dari tanah- tanah yang ada di kota Sorong. Hal ini juga sangat mempengaruhi gaya hidup, sikap dan cara pandang yang mengarah pada stereotipe etnik tertentu tentang pendatang dan penduduk asli termasuk interaksi yang terjadi antar mereka.
Belum lagi kalau ditelusuri sejarah kolonialisme terutama era pemerintahan Hindia Belanda dalam memperlakukan dan mempengaruhi sikap dan kebiasaan penduduk asli pulau Irian pada umumnya.

1 Comments:

Blogger Nina Razad said...

Pak Syihab, luar biasa blog-nya! Bangga benar saya membacanya.. :D
Saya salut dengan rekan lapangan yang rajin menulis cerita. Jika sewaktu-waktu kami kehabisan cerita (di redaksi web P2KP), boleh ya nyontek ke blog Pak Syihab ini. hehehe..

saya juga punya blog, Pak. tapi pribadi, bukan masalah kerjaan. yaahh ada sih cerita2 sedikit tentang pekerjaan. silakan jika berkenan melihat-lihat.. http://1sty.multiply.com

salam kenal dan salam P2KP!
Nina Firstavina
(editor web P2KP)

9:51 PM

 

Post a Comment

<< Home