Study enthusiastic novelty fully. Learn meaning to expose x'self you [at] this Wide [of] world Learn to remind, in fact unlikely you [of] soybean cake all answer. Learn to teach all important Iesson in life, that is humility to enquire.

Wednesday, May 24, 2006


PREMAN YANG DIPALAK PREMAN


Saya tiba dikota sorong tepat pukul 17.15 WIT transit dimakasar hampir lima jam, namun demikian Alhamdulillah selamat, malah dipesawat saya dapat kenalan cewek (kodratillah saya selalu dapat kenalan cewek emang play boy cap dua kelinci kali..?) asli sorong turunan bugis banyak ngobrol tentang harga2 dan kondisi sorong kebetulan dia punya show room motor dan sedikit tahu ttg harga kendaraan (dari obrolan iseng itu dapat disimpulkan bahwa memang disorong harga kebutuhan mahal, tetapi kehidupan masyarakatnya kondusif kecuali kebiasaan anak muda lokal yng suka mabok2 dan narget malak, namun saya belum percaya 100% seblm membuktikan) .
Sampai dibadara DEO (Dominiq Eduard Osok) sorong saya sudah dijemput taxi mamberno atas perintah Pa Johanes Nauw (Bappeda) saya langsung diantar ke Hotel waigo, chek in di kamar standart permalam 170.000rb. belum pajak, Istirahat sebentar lalu saya hubungi semua nomor kontak yang saya peroleh yaitu Kepala Bappeda sorong, satker Propinsi, dan pa Ning Sancoyo (teman pa edi Tl ) juga saudaranya bu galuh, semua tersambung kecuali satker propinsi. Dengan Bappeda saya janjian besoknya untuk ketemu.

Ke esokan harinya Rabu 03 Mei 2006 pukul 10.30 WIT saya ketemu Bappeda Bapak Johanes Nauw ( Pa Anis ) dan Kadis PU Amushkasi, dikantor Bappeda, saya laporkan tentang maksud kedatangan saya dan saat bersamaan saya serahkan surat tugas dan pengantar direktur, sambutannya cukup baik, Bappeda ada komitmen untuk mengkoordinasikan kembali Tim Koordinasi yang sudah dibentuk agar dapat difungsikan dan dioptimalkan, bahkan saking baiknya penginapan dan transportasi sya selama dua hari beliau yang bayar, (Alhamdulillah saya senang). Hari itu juga sebetulnya saya minta difasilitasi untuk ketemu walikota Bapak J.A Jumame, namun karena beliau lagi sakit tidak bisa ketemu lalu saya minta ketemu sekdanya Bapak D.F Kambuaya, karena beliau lagi sibuk menjelang Musrenbang, besoknya saja saya diminta datang (hari kamisnya).

Pembicaraan dengan Bappeda dan Kadis PU menghasilkan beberapa informasi tentang sorong juga rencana koordinasi dengan walikota dan rencana sosialisasi tingkat kota, salah saya saat itu tidak bawa Schedule pelaksanaan pilot karena memang belum diprint out, Akan tetapi hal itu tidak mengurangi makna dari pertemuan dan sambutan Bappeda dan PU setempat.(jadwal ketemu lagi hari senin sambil memberi kesempatan saya mencari tempat serta karena kesibukan bappeda menjelang musrenbang) dalam kesempatan tersebut saya juga sampaikan target tiga hari disorong sudah mendapatkan tempat untuk sekretariat dan sewa kendaraan operasional, mereka siap membantu dan memfasilitasi pencarian, namun informasi mereka rumah dan sewa kendaraan disorong sangat mahal.
Diperoleh informasi dari keduanya bahwa TKPP kota sorong sudah pernah dirapatkan dan dibentuk namun karena sesuatu hal diantaranya kejelasan kapan P2KP akan turun ke kota sorong sehingga tim koordinasi kota yang sudah terbentuk belum dapat bekerja optimal menunggu arahan dari pihak proyek pusat, tentang tugas dan tanggungjawab serta kewenangannya, hingga pada pertemuan tersebut berharap banyak pada saya selaku orang P2KP membantu dan memberikan arahan tentang teknis dan mekanisme pelaksanaan P2KP, terutama terkait dengan tufoksi TKPP, nah loh…. Saya sendiri substansi TKPP seperti apa rada-rada kurang tahu ko…..? Tapi yang jelas itu memang kewajiban saya untuk mencoba memberikan gambaran tentang itu, tambahan dari dinas PU bahwa satker yang sudah ditunjuk di tingkat propinsi sama sekali tidak pernah melakukan koordinasi ke wilayah, meski lewat komunikasi via telp atau apa, bahkan beliau mengatakan tidak tahu siapa satker-nya, ditimpali oleh pa anis memang demikian kondisinya, saya bertanya mungkin lewat walikota, ga ada juga katanya, obrolan terus berlanjut tentang bagaimana kondisi masyarakat kota sorong yang heterogen, bahkan kata pa anis dibaratkan kota sorong ini adalah Indonesia Mini saking heterogennya semua etnis dan suku di sorong ada.

Selesai koordinasi Pukul 13.15 WIT Saya jalan, orientasi lapang dalam kota sambil mencari sewa rumah dengan diantar oleh Pak Kamaluddin ( yg kemudian diketahui ternyata beliau adalah Ketua DPC Organda Sorong), tapi saya lebih dulu ingin tahu wilayah yang bakal menjadi sasaran program dan sarana transportasinya yg ada, tapi karena wilayahnya ada yang jauh yaitu klaseman (yang kemudian hari diketahui diwilayah tsb lah PSK bersemedi untuk mendapatkan wangsit/senjata alias bedogna lalaki hidung belang) (selama jalan kami makan satu kali dan memang mahal bayangin aja warung biasa satu orang 25 rebu Bo…). Dari pa Udin juga didapat informasi bahwa disini penduduknya sedikit mudah tersinggung, saya penasaran kan..? tersinggung bagaimana, kata pa udin kalau saya nanti kelapangan dengan tim fasilitator jangan sesekali memakai istilah miskin orang sini ga bakal terima dan bisa-bisa marah, lebih baik pake istilah lain yaitu pra sejahtera atau ekonomi lemah.. wah..wah kan sama saja toh ( dalam hati saya panduan umum harus dirubah nih untuk dipapua istilah refleksi kemiskinan jadi refleksi ekonomi lemah donk…padahal yang dimaksud kemiskinan dalam P2KP, kemiskinan bukan hanya ekonomi saja tapi lebih luas lagi dalam pengertiannya ) Pak Udin juga menyampaikan bahwa disorong ini jangan bapak bayangkan seperti wilayah Irian lainnya identik kulit hitam dan terbelakang, Sorong itu bahkan banyak pendatangnya daripada penduduk asli….( ya memang sepanjang perjalanan banyak juga orang kulit putih, kuning, cokelat dan yang berkerudung banyak juga. Kami istirahat sholat dimajsid agung / akbar Sorong, hari ini saya dapat gambaran rumah cuma ya itu ampun harganya luar biasa mahal, bayangin saja type kalau dijawa 36 minta 15 juta kosongan lagi udah dinding sebagaian kayu/triplek, tentunya kurang layak untuk dijadikan sekretariat. Kemudian kami jalan lagi menuju kelurahan rufei dimana kelurahan tersebut adalah sasaran P2KP dan kebetulan pa udin punya saudara tapi berhubung yang bersangkutan tidak ada saya minta ditunjukkan batas-batas desa rufei karena kekelurahan sudah tutup dan pa lurah domisilinya jauh diluar kel.rufei, selesai itu kami putuskan untuk pulang kepenginapan. Tiba di hotel sekitar jam 17.25 WIT wah lelah juga rasanya..

Malam harinya saya jalan lagi kali ini sendirian bermodalkan nekad saya naik angkot menuju klademak mau cari voucher karena sudah deat pulsanya, sekalian ingin tahu suasana malam, wah memang rada was-was sepanjang perjalanan yang kebetulan menyisir pantai, dari hotel menuju pusat kota klademak/Remu ramai pemuda duduk dibethon pembatas pantai dgn darat, ada yang berpasangan ada yang bergerombol sesama pemuda ada juga duduk diwarung tenda malam yang memang banyak berjejer disepanjang pantai tersebut, ramai kali saya agak tenang karenanya, akan tetapi begitu sadar sdg dalam angkot, baru deg-degan lagi, bagaimana tidak, nengok kebelakang (saya duduk didepan samping supir) semua penumpang diam dengan wajah angker, sudah hitam legam, diam angker pula, ( wah pa udin bohong nih, heran siang tadi banyak ko yang kulit campur ) duh pokonya bikin hati deg-degan, yang menjadi agak tenang lagi sisupir nyetel musik keras2 ( oh ya jangan heran disorong hampir dipastikan semua angkot memutar musik keras2 hingga dentuman suara musik menenggelamkan suara derunya kendaraan dijalan raya; untuk ini belum dapat informasi kenapa kebiasan ini dilakukan oleh supir angkot) sehingga ada alasan anguk2an kepala ikut irama musik bak orang tidak asing lagi disorong persis kaya preman, celana pendek kaos sabang hitam pakai rompi bertopi, suara digede-gedein, kaya orang ga takut apa2, sampai diklademak dimini market yang dituju Alhamdulillah selamat, tetapi tetap aja, persaan orang2 dan anak muda hitam2 itu semua melihat saat saya turun angkot dan jalan menuju mini market, karena memang dipelataran mini market tsb selain juga tempat parkir dipenuhi juga orang2 dan pemuda nongkrong, alaaaah cuek aja, emang gue pikirin ( kata saya dalam hati).
Selesai belanja saya siap2 pulang, tapi bingung naik lan yang mana yang lewat hotel karena lan atau angkotnya banyak dari lan A sampai H, ah tanyalah saya kesatpam disitu, eh si satpam jawaban satpam mugk lan B, lalu saya tanya ke ibu-ibu karena kalau ibu, meski hitam pasti masih perempuan yang punya sisi kelembutan dan perasa, si ibu bilang naek lan B, katanya sambil berlalu hingga saya tidak sempat ucapin terima kasih, dipinggir jalan saya berdiri menunggu angkot, belum lagi dapat angkot tiba-tiba saya dihampiri tiga orang tinggi besar mata merah kulit hitam, duaarrrr…… jantung saya seakan meledak kaget, waduh ada apa nih, dan agak takut juga saya….. bang minta uangnya serebu buat beli minum, katanya, tanpa berpikir panjang langsung saya ngodok saku dan memberikan selembaran uang serebu… neh bang..! daripada apa-apa mending saya kasih…., toh Cuma minta srebu…sebelum terjadi apa-apa begitu angkot B lewat saya stop aaaaahh selamat tapi deg-degan masih ada juga, lucu ya…? Berdandan ala preman ditarget preman… memang kayanya saya tidak pantas jadi preman, habis terlalu alim…he..he…. Alhamdulillah sampai juga dihotel.

Hari kamis pukul 09.00 saya ditelpon oleh seseorang yang mengaku dari dinas Pemberdayaan Masyarakat Kota Sorong, bernama Bapak Setiyo ingin ketemu katanya.. karena saya belum tahu siapa beliau dan tidak tahu kantor PM kota sorong saya meminta kepadanya untuk menjemput ke hotel, selang beberapa menit pintu kamar hotel no 303 dimana saya tinggal terdengar ketukan, kemudian ketika pintu saya buka berdiri 2 orang bapak-bapak yang berseragam batik, lalu saya persilakan masuk keduanya dan tak lupa saya memperkenalkan diri, dari keduanya diketahui bernama Setiyo yang menelepon dan Syam, (Pak Setiyo ternyata orang jawa timur tepatnya lamongan kota babat yang mengawali hidup merantau dikota sorong ini sebagai tukang bakso) keduanya adalah staf dinas PM yang diutus Kadis PM untuk menjemput saya untuk kemudian bersama-sama menemui Walikota, setelah sedikit ngobrol seputar asal-usul masing-masing kami berangkat menuju kantor Dinas PM, sesampainya dikantor dinas PM saya dipersilakan masuk keruangan Kepala Dinas, tidak seperti ruangan kepala dinas sebuah instansi pemerintahan dijakarta atau dijawa yang ber ac dan mewah, ruangan Kadis di sini (Kota Sorong) sungguh jauh berbeda sederhana bahkan boleh dikata sangat sederhana bila dibandingkan dengan ruang kadis sebuah instansi dijawa. Cukup sebuah meja kerja dan satu set kursi tamu serta gambar peta kota sorong yang tergantung ditembok menghiasi ruangan kadis ini. Bapak Drs.Leonardo Kambuaya nama lengkap kadis tersebut, dipanggil pa leo, beliau asli papua dengan suku kambuaya agama kristen protestan, berperawakan tinggi besar kulit hitam rambut kriting sebagaimana khasnya orang penduduk asli papua.

Tidak lama kami berbincang-bincang hanya sedikit dari obrolan ringan rupanya bapak leo dan seorang staf di dinas PM inilah yang kejakarta ketemu PMU dan departemen terkait dengan program P2KP dijakarta, memohon dan meminta agar P2KP masuk kota sorong, keinginan ini didasarkan pada informasi yang didapat bapak Setiyo ketika pulang kampung halamannya di Lamongan babat ada program P2KP yang menurut beliau pola pendekatan dan pelaksanaan programnya kental dengan memintarkan masyarakat, karenanya sangat tertarik, setelah mengumpulkan beberapa informasi terkait dengan P2KP maka disepakati melalui koordinasi semua pihak di pemkot sorong untuk memberangkatkan utusan kejakarta, saat itu Pak Leo dan Setiyo yang menjadi utusan kota sorong pergi kejakarta, tentunya keduanya dibekali dengan proposal permohonan pemkot agar P2KP masuk ke sorong. Bagai pucuk dicinta ulampun tiba kedatangan saya disorong dengan membawa satatus sebagai orang yang ditugaskan mengawal pelaksanaan P2KP disorong, saya disambut dengan penuh antusias dan resphon yang positif dari dinas PM terutama, mungkin ada kebanggan bahwa kepergiannya ke jakarta tidak sia-sia dengan telah hadirnya saya dikota sorong.

Pukul 10.27 saya dengan ditemani oleh Kadis PM bapak Leo dan seorang stafnya Setiyo kami bertiga tiba dikantor walikota, namun sayang karena walikota tidak ada ditempat sedang sakit, maka saya minta untuk ketemu Wawali atau Sekda, setelah menunggu beberapa menit akhirnya saya hanya bisa bertemu dengan sekda pak D.F Kambuaya MM, ruangan sederhana tapi ber AC kami dipersilakan duduk, saya diperkenalkan pa Leo kepada pa sekda dengan istilah utusan P2KP dari pusat, pembiacaraan saya buka dengan memperkenalkan diri terlebih dahulu kepadanya meskipun sudah diperkenalkan bapak Leo, dan saya sampaikan maksud dan tujuan datang dikota sorong, beliau menerima dengan senang hati dan sangat berterima kasih atas kedatangan saya dikotanya, setelah berbincang beberapa saat saya sampaikan surat tugas saya kepada beliau untuk diteruskan ke walikota, pak sekda juga menyampaikan bahwa walikota sedang sakit dan beliau berjanji kesempatan lain untuk berkoordinasi sama-sama dengan walikota. Pak Sekda menyarankan untuk selalu berkoordinasi dengan pak leo sebagai kadis Pemberdayaan Masyarakat dan KB, Hampir satu jam kami ngobrol dengan suasana santai penuh keakraban, beliaunya sangat berharap program P2KP berhasil dikota sorong dan berkelanjutan imbuhnya….(cocok dengan harapan saya juga donk…) Singkat cerita saja saya kemudian pamit dan meninggalkan ruangan sekda saat itu jam menunjukkan pukul 11.45 WIT , dengan menumpang mobil kadis PM kami bertiga meninggalkan kantor sekda, kembali menuju kantor beliau ( Dinas PM & KB ). Seperti telah disampaikan bapak anis bappeda, bahwa sebetulnya Tim Koordinasi untuk P2KP ini, sudah lama terbentuk sebagaian dari respon positif hasil sosialisasi ditingkat propinsi terdahulu, hanya kemudian tidak ada tindak lanjut, bahkan sampai pa Leo sendiri harus kejakarta untuk menemui PMU minta kejelasan P2KP sorong, menurut pa Leo kedatangan bapak (saya) ini adalah hasil kerja kerasnya selama ini….( nah lo ini lagi perlu diluruskan tapi mgk ada benarnya juga lah).

Selama dikantor pa Leo saya mendapatkan banyak informasi tentang hubungan antar suku di kota sorong ini, ada beberapa suku besar asli papua antar lain, Ayameru, Moi, Khokoda, dan Mybrat sedangkan suku pendatang, Sunda, Jawa, Madura, Bugis, Ambon, Bone, China dan banyak lagi, kesemuanya berinteraksi dengan baik menyangkut dengan keyakinan maupun yang lainnya, bahkan untuk acara-acara keagamaan di kota sorong ini cukup hidup bahkan toleransinya sangat tinggi, beberapa suku pendatang membentuk organisasi-organisasi untuk menjalin kebersamaan dan silaturrahmi seperti IKASWARA (Ikatan Sunda Jawa Madura), anggotanya adalah pendatang berasal dari suku sunda jawa dan madura, KSS (Kekeluargaan Sulawesi Selatan), anggotanya pendatang suku bugis bone makasar dan wilayah sulawesi, sayangnya suku-suku lokal sebagain cenderung menutup diri dengan pindah bermukim ke wilayah-wilayah pinggiran kota dan pegunungan-pegunungan (kajian tentang suku lokal akan disampaikan pada cerita lain kota sorong). Kendati demikian sekali lagi bahwa kehidupan dikota sorong cukup kondusif dan dinamis, seperti moto kota ini adalah “Setara Bersahabat dan Dinamis”.
Yang agak mengherankan menurut sensus penduduk tahun 2004 pemeluk agama Islam mencapai 55% dari total jumlah penduduk kota sorong 154.264 jiwa ( sensus bulan november 2005 ), selebihnya beragama Kristen dan lainnya, akan tetapi kalau ditanya prosentase bangunan rumah ibadah gereja labih dominan dengan jumlah 182 Gereja, Masjid/Mushola 72, 1 Pure dan 6 Vihara.
Dari jumlah penduduk 154.264 penduduk laki-laki sebanyak 80.980 jiwa, perempuan 73,284 dengan kepadatan penduduk 140/km2 dengan tersebar dan terkonsentrasi di 4 distrik yaitu Distrik Sorong 52.807 jiwa (34.2%), Distrik Sorong Barat sebanyakl 29.246 jiwa (19%), Distrik Sorong Timur sebanyak 62.970 jiwa (40.8%), dan Distrik Sorong kepulauan sebanyak 9.241 jiwa (6%), dan berdasarkan data dari Kantor Pemberdayaan Masyarakat & Keluarga Berencana ( KB) Kota Sorong, jumlah penduduk miskin sebanyak 16.199 KK terdiri dari 12.368 KK dikategorikan sangat miskin ( KS1) dan 3.831 KK dikategorikan miskin (Pra KS). Artinya penduduk yang masih hidup dibawah garis kemiskinan hampir 30% dari jumlah penduduk, meski demikian jangan ditanyakan pola hidup masyarakat sorong ini seperti apa, budaya pesta potong babi dan minuman keras adalah hal yang biasa, lalu uang untuk itu darimana pa kan acara seperti itu butuh biaya… jawabannya saya lanjutkan dalam episode lain to be continue…………….

0 Comments:

Post a Comment

<< Home